Undang Praktisi Untuk Kolaborasi Di Kelas Pio

KONDISI AWAL

Saya paling sebal kalau menjalankan aktivitas mengajar tanpa semangat ketika masuk kelas. Biasanya ketika saya sendiri masih adaptasi dengan materi baru atau tidak terlalu paham bagaimana penerapan teori itu di kehidupan nyata. Kemungkinan lain, saya masih bingung apa strategi paling tepat untuk menyampaikan materi tersebut. Bisa juga karena kondisi fisik saya yang kurang fit dan suasana kelas tidak kondusif, sehingga mau membuat kegiatan yang berbeda dari biasanya juga malas. Hehe… sebegitunya ya jadi pendidik.

Mungkin warganet akan berkomentar,

“Lah, kan semua pembelajaran harus siap sebelum awal semester dimulai?”

“Kan semua rencana harus fix and clear ketika membuat RPS (Rencana Pembelajaran Semester)?”

“Kok masih bingung materinya gimana? Kan dulu juga S1 sudah pernah diajar materi serupa.”

Nyatanya memang tidak semudah itu. Saya sangat percaya bahwa situasi kelas berubah dari hari ke hari. Bahkan jam kuliah pagi dan siang juga akan beda semangat mahasiswanya. Dunia terus berubah. Tren berganti. Kebutuhan di dunia kerja berbeda. Itu yang menyebabkan saya tertantang untuk terus belajar soal mengajar.

Kali ini saya akan mengulas mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) untuk semester 3. Inti materinya adalah memelajari pikiran, perasaan, perilaku manusia, dan proses mental yang melatarbelakanginya dalam setting dunia kerja. Baik itu industri maupun organisasi.

TANTANGAN

Saya mereka-reka. Apa yang perlu saya lakukan di mata kuliah itu. Saya kira, salah satu tantangan dosen secara umum adalah menggali kebutuhan mahasiswa dan menyesuaikannya dengan pembelajaran. Nyatanya, RPS seringkali dibuat tanpa persetujuan mahasiswa. Minim dialog dosen-mahasiswa, ditentukan sepihak oleh dosen, mencontoh pembelajaran kampus lain yang belum tentu cocok diterapkan, hingga capaiannya merupakan cita-cita dosen yang bisa jadi utopis beserta standar kompetensi lulusan yang tidak jelas. Butuh waktu, tenaga, dan pikiran, untuk menyelaraskan mulai visi dan misi program studi, kurikulum, kearifan lokal kampus yang menjadi ciri pembeda dengan kampus lain, menerapkannya dalam aksi nyata di perkuliahan, hingga sistem evaluasi yang handal dan terukur.

AKSI

Kisah ini akan saya mulai dari penggalian kebutuhan belajar dan penentuan tujuan belajar, pemilihan strategi belajar, pelaksanaan proses pengajaran, hingga evaluasi belajar. Dan seluruh proses ini saya rangkum menjadi sebuah kata: LITERASI.

Saat kontrak perkuliahan di pertemuan pertama semester, saya menggali kebutuhan mahasiswa. Saya tidak membuka dulu file isi RPS yang telah dibuat. Saya ingin tahu apa yang mereka harapkan dalam mata kuliah ini. Antara lain dengan menelisik judul mata kuliahnya yang mungkin masih asing atau belum terbayang.

Yang membuat saya kaget adalah sebetulnya sejak awal, mahasiswa sangat bisa diajak ngobrol tentang nasib perkuliahan mereka sendiri sesemester ke depan. Misalnya mereka bilang,

Saya ingin tahu soal bagaimana cara merekrut orang di perusahaan, Bu!”

Bagaimana sih cara lolos psikotes, Bu?”

Bu, kenapa ada orang yang semangat sekali, tapi ada juga yang malas ketika bekerja?”

Gambaran dunia kerja lulusan Psikologi Industri dan Organisasi itu bagaimana, Bu?”

Bagaimana cara mengembangkan kualitas SDM di perusahaan, Bu?”

Bagaimana cara mendirikan usaha atau perusahaan mulai dari nol hingga besar?” dan lain-lain.

Selanjutnya, saya membahas satu per satu tentang harapan-harapan itu. Lalu menunjukkan padanan temanya dalam bahasa Psikologi. Dan di akhir, baru membuka RPS yang telah saya susun. Kekagetan saya kedua adalah ternyata mahasiswa cukup mampu memfokuskan pikirannya tentang gambaran umum mata kuliah ini. Sehingga sebagian besar harapan mereka sudah tertulis di RPS yang saya susun. Misalnya, pertanyaan soal cara merekrut dan menyeleksi calon karyawan, ada di tema Rekrutmen dan seleksi tenaga kerja. Tentang cara mengembangkan karyawan, ada di bahasan Pelatihan dan pengembangan SDM. Tentang semangat kerja, ada di topik Motivasi dan stres kerja. Pertanyaan soal dunia kerja PIO di perusahaan, dapat kami bahas di bab Sejarah dan ruang lingkup pekerjaan PIO. Dan seterusnya. Nah, misalnya ada hal-hal yang belum bisa saya jelaskan dan bahas di perkuliahan karena memang bukan capaian kompetensi pembelajaran mata kuliah itu, maka saya terangkan bahwa memang tidak masuk dalam kurikulum. Misalnya pertanyaan mereka soal bagaimana proses mendirikan sebuah perusahaan mulai awal hingga bisa besar.

Setelah menentukan tujuan belajar, kami membahas soal strategi belajar. Pertanyaan saya sederhana, “Jika kalian diberi kebebasan memilih, cara belajar seperti apa yang paling membuat kalian bisa paham materi dan senang, selama satu semester ke depan?” Saya percaya, jawaban menarik harus dimulai dengan pertanyaan menarik pula.

Berbagai jawaban muncul. Mahasiswa ada yang ingin diputarkan film atau video, diskusi kelompok, permainan, kunjungan ke perusahaan, memperbanyak praktik seperti observasi dan wawancara, mengundang tamu ahli, juga rekreasi. Menariknya lagi, setelah saya lontarkan pertanyaan yang sama di empat kelas plus satu kelas di mata kuliah lain, tidak ada satupun yang mengharapkan cara belajarnya dengan dosennya ceramah materi mulai awal hingga akhir. Haha… Tentu saya bersyukur, karena tidak harus capek menjelaskan seluruh bab selama sesemester, dimana saya aktif dan mereka pasif mendengarkan. Jadi untuk metode ceramah membosankan, saya coret dari daftar strategi belajar.

Tindak lanjutnya, saya berusaha untuk bisa memenuhi ekspektasi mahasiswa tersebut. Tentu dengan mempertimbangkan berbagai hal. Seperti tujuan dan urgensi metode yang akan diterapkan, kompleksitas pelaksanaan, pendanaan, kalender akademik, izin dari kampus, dan sebagainya.

Diskusi kelompok dilakukan hampir di setiap pertemuan. Kunjungan perusahaan diwujudkan dengan mereka mengunjungi industri kecil hingga besar secara berkelompok. Praktik observasi dan wawancara kepada karyawan dilakukan selama kegiatan kunjungan ke industri tersebut. Praktikum dengan membuat lowongan kerja fiktif. Dan pungkasannya, mengundang tamu ahli dengan mendatangkan praktisi, seperti yang saya tuliskan di judul ini.

Latar belakang kami mengundang praktisi adalah saya tidak mungkin bisa paham 100% dunia PIO karena dulu hanya 8 bulanan kerja di konsultan SDM selepas lulus S1. Sekarang pun lebih banyak beraktivitas di dunia akademis. Sebanyak apapun saya membaca soal ruang lingkup pekerjaan HRD, akan lebih mantab dan meyakinkan jika dijelaskan langsung oleh ahlinya. Praktisi yang memang sehari-hari, selama bertahun-tahun, bekerja di perusahaan. Alasan lain yaitu mahasiswa butuh sosok nyata yang dapat menginspirasi soal ragam bidang kerja setelah lulus S1. Mahasiswa juga butuh motivasi kuat untuk belajar dan berusaha meraih mimpinya. Di titik ini, saya menyadari bahwa kolaborasi adalah pilihan paling tepat. Saya perlu mengundang praktisi untuk berbagi pengalamannya di dunia kerja kepada mahasiswa.

Saya mulai mencari siapa praktisi yang bersedia diundang. Saya serta mahasiswa mulai diskusi dan rapat kecil tentang teknis pelaksanaan. Misalnya lokasi di mana, kapan, jam berapa, perlu dana berapa, konsumsi yang disediakan apa, dan tanda terima kasih berupa apa yang pantas diberikan. Saya menekankan kepada mereka bahwa kegiatan ini akan dilakukan secara mandiri mulai awal sampai akhir. Koordinator, bendahara, sie konsumsi, sie dokumentasi, semua mereka urusi. Sangat penting mengulang penjelasan soal urgensi acara di beberapa pertemuan sebelumnya, hingga mahasiswa paham betul apa tujuan dan konsekuensi yang harus ditanggung. Acara dibagi menjadi tiga jadwal dengan pembicara, materi, dan peserta yang berbeda-beda. Siapa sajakah yang kami undang?

  1. Andhika Putra Kresnandito, S.Psi. Adik kelas S1 di Universitas Airlangga sekaligus Asisten Manajer SDM PT. Perkebunan Nusantara X, Pabrik Gula Ngadirejo Kediri ini, terhubung dengan saya secara tidak langsung, melalui temannya teman saya. Beliau mengisi materi dengan judul “Yakin, Lulus S1 Psikologi Mau Kerja jadi HRD?” Ini seolah menjadi antitesis dari anggapan selama ini bahwa semua mahasiswa yang mengambil penjurusan PIO harus menjadi HRD di perusahaan.
  2. Arsa Kharismawan, S.Psi. Kakak kelas di Unair yang sekarang berkarir sebagai Head of HRD & General Affair Sub Department PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk ini, menyampaikan tema “Seni dalam Hubungan Industrial”. Kami bersemangat, karena tema ini memang tidak dibahas dalam materi, tapi penting diketahui. Tentu saya turut belajar bagaimana menangani hubungan dengan para stakeholders. Antara lain pemerintah, perusahaan lain, masyarakat sekitar lokasi perusahaan, dan karyawan internalnya sendiri.
  3. Agus Purnomo, M.Psi., Psikolog. Saya mengenal beliau di beberapa proyek kegiatan dan sama-sama tergabung di Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Kediri Raya. Sempat menjadi karyawan beberapa tahun, dan akhirnya mendirikan sendiri kantor konsultannya, sebagai Direktur Meta Power Consultant. Sebagai pengusaha, tentu paling cocok ketika beliau menyampaikan soal “Psychopreneur: Mandiri dengan Ilmu Psikologi”. Beliau paling banyak memberikan motivasi melalui pengalaman hidupnya kepada mahasiswa. Menetapkan goal-setting, menumbuhkan keyakinan, memberi semangat, hingga gambaran enaknya menjadi trainer yang keliling Indonesia untuk berbagi. Dibayar mahal, lagi.

Jika Anda lihat, saya mengundang orang-orang yang saya kenal dan dapat dijangkau. Teman-teman sealmamater dan seorganisasi. Saya menjaga agar kegiatan kolaborasi ini bisa diadaptasi oleh rekan dosen lain, dengan melakukan sesuatu yang sederhana, sangat memungkinkan untuk dikelola bersama mahasiswa, bermanfaat, dan memberi pengalaman segar bagi mahasiswa dan dosen itu sendiri.

PERUBAHAN

Sesaat setelah acara, saya meminta mahasiswa menuliskan refleksi hasil belajarnya dengan para praktisi itu. Memang sayangnya, pertemuan kuliah tamu itu adalah hari terakhir belajar. Sehingga saya belum melakukan penggalian umpan balik dengan ngobrol terstruktur dengan mahasiswa. Namun setidaknya ada beberapa hal yang menjadi catatan. Saya rangkum menjadi kelebihan dan kelemahan kegiatan berliterasi dengan menghadirkan praktisi ini.

Kelebihan:

  1. Mahasiswa merasa senang mendapatkan strategi belajar yang berbeda dari biasanya. Mendatangkan pembicara di kelas berisi 60-an mahasiswa secara khusus adalah suatu pengalaman yang menyenangkan.
  2. Mahasiswa terinspirasi dengan sosok yang dihadirkan. Misalnya dengan Pak Andhika yang sempat berpindah-pindah kerja sebelum menetap di BUMN; Pak Arsa yang kerjanya keliling Indonesia untuk menjalin relasi dengan para mitra kerja, mulai dari peternak ayam, keluarga karyawan, hingga pemerintah daerah; dan Pak Agus yang sejak kuliah sudah aktif sebagai asisten dosen, pendamping belajar mahasiswa, membuat kegiatan training dengan “mempekerjakan” para dosennya, hingga akhirnya memutuskan untuk berwirausaha dan membuat konsultan bersama dua rekannya.
  3. Mahasiswa lebih memahami dunia kerja setelah lulus S1 Psikologi. Antara lain bisa menjadi asisten manajer di perusahaan tertentu atau menjadi bos di usaha yang didirikan sendiri. Seperti menjadi trainer, terapis, dan psikolog.

Kelemahan:

  1. Slide presentasi Pak Andhika yang berbahasa Inggris dengan bahasa teknis HRD rupanya masih sulit dipahami mahasiswa. Duh, saya tertampar juga. PR bagaimana membuat mahasiswa suka dan bisa berbahasa Inggris ternyata masih panjang.
  2. Untuk sesi yang atraktif dengan Pak Agus, ternyata waktu dua jam dirasa kurang oleh mahasiswa. Jadi kami belajar juga, bahwa acara yang bagus memang lebih menarik minat audiens.
  3. Belum ada tindak lanjut dari kegiatan ini. Pun penggalian bagaimana pembelajaran hari itu dimanfaatkan mahasiswa dalam kehidupannya sehari-hari. Mata kuliah bertema PIO baru akan ada lagi di semester 7, yaitu Desain Pelatihan serta Analisis Jabatan dan Evaluasi Kinerja. Ada rentang waktu yang cukup panjang (3 semester) yang memungkinkan mahasiswa lupa tentang materi yang telah diberikan pada saat itu terkait Psikologi Industri dan Organisasi. Waktu itu, saya berpikir perlu ada evaluasi penataan mata kuliah di kurikulum program studi kami. Agar antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain berkesinambungan. Atau memungkinkan sebuah aktivitas bisa mencakup kompetensi beberapa mata kuliah sekaligus.

Untungnya, mulai Kurikulum 2020 ini, peminatan PIO sudah diperbarui dengan pemecahan beberapa mata kuliah dan dan persebaran yang lebih merata.

Semoga dengan segala plus minusnya kegiatan berliterasi bersama praktisi ini dapat memberi manfaat untuk mahasiswa. Saya sebagai dosen perlu berupaya terus menghadirkan pembelajaran yang bermakna. Karena pembelajar yang baik akan selalu punya tanda tanya di kepalanya. Dan berusaha mencari jawabannya.

Tulisan ini kali pertama diterbitkan di Surat Kabar Guru Belajar Edisi ke-3 Tahun Keempat, Mei 2019 oleh Komunitas Guru Belajar Nusantara, dengan judul “Undang Praktisi untuk Kolaborasi dan Meningkatkan Literasi”

2 thoughts on “Undang Praktisi Untuk Kolaborasi Di Kelas Pio”

Tinggalkan Balasan ke Telkom Jakarta Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *