Liburan Bermanfaat, Srawung Psikologi dan Jurnal Happiness Undang Peneliti CICP UGM untuk Berbagi

Dok: Panitia/ Riang Islamiatunnisa

Psikologi Islam IAIN Kediri — Kamis, 25 Januari 2024, kita telah membuktikan bahwa liburan tidak menyurutkan niat mahasiswa untuk belajar di kampus. Gagasan awal diskusi penelitian yang datang dari Bapak Sunarno, S.Psi., MA. sekaligus pembina kelompok belajar Srawung Psikologi, disambut baik oleh Ibu Arisa Rahmawati Zakiyah, S.Psi., M.Si dan tim, sekalu pengelola Jurnal Happiness Prodi Psikologi Islam IAIN Kediri.

Mbak Ika Hana Pertiwi, S.Psi., MA., narasumber yang diundang, adalah tim peneliti dari CICP (Center of Indigenous and Cultural Psychology) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Beliau membahas tentang bagaimana memahami perilaku manusia berdasarkan konteks. Pengalaman riset beliau banyak di bidang Psikologi Sosial dan juga bersinggungan dengan moderasi beragama. Beliau malang-melintang keliling di berbagai wilayah Indonesia untuk meneliti keragaman perilaku individu. Sehingga berbicara tentang manusia, tentu tidak lepas dari konteks.

Panitia tidak menyangka, peminat acara ini membludak hingga 89 peserta yang hadir. Padahal awalnya hanya berencana diadakan kecil-kecilan di kelas dengan kapasitas 40 orang. Peserta selain dari Prodi Psikologi Islam IAIN Kediri sendiri, juga berasal dari Prodi Pendidikan Agama Islam dan juga Psikologi Universitas Islam Tribakti (UIT) Kediri. Peserta antusias berbagi tentang keingintahuannya mengenai penelitian psikologi.

Dok: Panitia/ Riang Islamiatunisa

Mbak Ika menyampaikan contoh ide penelitian yang berdasarkan konteks. Ketika di Kediri, beliau mampir di Kedai Papringan, sebelah Sungai Brantas. Ternyata di sana ditemui banyak kaum muda berkumpul, membuka laptop, ngobrol seru sambil makan. Nah, ada apa dengan budaya “mengerjakan tugas di cafe”, khususnya di Kediri ini? Apa yang mereka obrolkan? Mengapa memilih tempat itu? Dan seterusnya.

Mahasiswa semester 4 UIT Kediri juga berbagi. Ia resah dengan rekan kuliahnya yang ketika presentasi di kelas, tampak memaksakan kehendak untuk memilih salah satu paslon presiden-wakil presiden. Wah, kontekstual sekali dengan situasi politik kita, kan? Ia menganggap temannya tidak cukup moderat untuk menerima perbedaan pandangan dari rekan yang lain. Sehingga di situ muncul ide penelitian: mengapa seseorang memunculkan perilaku tidak moderat? Dan seterusnya.

Semoga pemantik diskusi kali ini menjadi pemanasan bagi mahasiswa yang hadir sebelum memasuki semester baru, insya Allah 19 Februari 2024 kelak. (Fatma)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *